Friday, August 19, 2011

Medical Series: Team Medical Dragon

Saya sedang addicted nonton aksi-aksi dan karakter dokter bedah (dokter bedah dalam serial Team Medical Dragon lho). 

            Team Medical Dragon atau disebut juga Iryu, merupakan salah satu medical series dari Jepang. Serial ini memang tidak mengedepankan brainstorming seperti pada House (salah satu medical series dari Amerika Serikat), karena Iryu menceritakan kehidupan dokter bedah, dengan spesialisasi jantung (kalau di Indonesia jadinya Sp.BTKV—Bedah Toraks dan Kardio Vaskuler), bukan dokter klinik seperti pada House. Istilahnya, Iryu itu talk less, do more. Kurang cocok untuk belajar bagaimana kita sebagai seorang dokter melakukan differential diagnosis (DD). Oiya, sejauh ini, saya sudah menonton Iryu sampai season 2 (of 3), sedangkan House sudah sampai season 5 (dari total sejauh ini 7 season).
            Sebagai film drama, Iryu bagus sekali. Tanpa unsur romance, Iryu tetap berhasil menghanyutkan para penontonnya. Episode saat Ijyuuin Nobori akhirnya mempunyai hubungan dekat dengan seorang pasien, nenek yang menderita kanker paru stadium akhir, sangat mengharukan. Demikian juga dengan episode saat Katou Akira akhirnya memilih pasien yang merupakan mantan kepala perawat yang sangat baik padanya, membimbing Katou Akira saat masih menjadi dokter baru. Iryu juga kadang menyajikan adegan-adegan lucu seperti halnya J-Drama atau K-Drama yang membuat penontonnya tertawa kecil (kadang juga bisa ngakak karena konyol sih, hehe).
            Dalam film ini, ditunjukkan bahwa pasien dalam film ini kebanyakan percaya 100% pada dokter. Mereka menganggap para dokter adalah Dewa/Tuhan, dan mereka sangat menghormati para dokter. Beda banget kan sama House, yang kebanyakan pasiennya bohong saat dianamnesis. Padahal, kebohongan itu mempersulit dokter melakukan DD dan pada akhirnya merawat pasien. (Sejujurnya, pasien-pasien di film House itu menyebalkan! Pantas saja House juga annoying, hehe). Okay House, I gotta say that: not everybody lies, at least patient at Meishin and Houkyou hospital! Hehe. :)
            Kepercayaan pasien pada dokter itulah yang mengharukan, bahwa pasien percaya dokternya dapat menyembuhkannya. Bahwa dokter adalah penolong baginya. Hal ini menjadi lebih dramatis lagi, karena kepercayaan dan rasa terimakasih orang Jepang itu agak berlebihan (contohnya: bersujud saat mengetahui dokter telah menyelamatkan keluarganya melalui operasi yang sukses). Soundtracknya juga mendukung suasana lebay tersebut, hehe.
            Sebagai seorang mahasiswa kedokteran, bagi saya menonton Iryu memberikan tambahan motivasi, dan juga membangun karakter seorang dokter. Bahwa keselamatan pasien, kesehatan pasien, berada diatas segalanya. Bagi dokter, yang terpenting adalah bagaimana pasien dapat sembuh. Tidak perlu memikirkan kerumitan administrasi, peraturan, dan sebagainya, karena keselamatan pasien adalah nomor satu. (but insane rule-breaker annoys others, too).
            Bagi para pecinta bedah dan kardiologi, menonton Iryu mungkin menjadi suatu tontonan wajib. Penyajian materi medisnya cukup jelas, tapi cakupan materinya sempit, hanya berkutat pada jantung (pada season 2 akhirnya melibatkan organ lain, yaitu hepar). Namun teknik bedahnya hebat sekali (menjahit dengan menggunakan tangan kosong tanpa needle holder dan pinset, waaw). Apalagi speednya, waaw.. Jujur saja, sepertinya nggak mungkin! Jadi, Iryu ini memang drama banget, kurang realistis dibandingkan House. Bayangkan, pasien Iryu tidak pernah ada yang meninggal!! Hebat kan?? (tipis bedanya antara hebat dan mustahil, hehe). Sedangkan pasien dalam House, walaupun hanya sedikit, mortalitas tetap ada. Ini realitanya kan, dokter itu bukanlah dewa, tidak dapat menyelamatkan semua orang dan segala keadaan.
            Overall, saya lebih suka House. House lebih mengedepankan diagnosis daripada actionnya. Belajar DD lebih enak melalui House. Setiap episode, dokter-dokter di film ini ‘menyerbu’ House dengan puluhan DD. Saling berdiskusi, menyingkirkan diagnosis yang tidak mungkin. Menurut saya, sedikit sekali porsi drama di film ini. Menurut saya, House dibuat lebih untuk para dokter, karena saat saya nonton dengan mbak kos yang notabene bukan mahasiswa jurusan medis, ia agak bingung dengan istilah-istilah medisnya, serta alur diagnosisnya (kalau alur diagnosisnya sih, kadang saya juga nggak ngerti – rada telmi sih, hehe..). Mereka advanced sekali dalam mendiagnosis, hebat!
            Walaupun demikian, keduanya sama bagusnya kok, cukup recommended lah untuk ditonton. :)