Sunday, November 17, 2013

Cita-cita jadi dokter? Pertimbangkan lagi ya :)

Berapa persen anak kecil yang bercita-cita jadi dokter? Berapa persen orangtua yang menanamkan ‘ide’ agar anaknya mau jadi dokter? Waktu saya kecil dulu, sepertinya profesi ini menjadi cita-cita idaman anak-anak TK, bersama dengan pilot, arsitek, dan presiden. Sepertinya di Taman Kanak-Kanak belum muncul cita-cita seperti akuntan, ekonom, pengacara, atau diplomat. Hahaha. Anak-anak itu memang masih polos. :D
Bagaimana perjalanan studi dokter? Ketika mereka masih menjadi mahasiswa FK, mereka sering bergadang untuk belajar dan bangun pagi-pagi sekali untuk mengikuti pre-test jam 05.30 (bahkan gerbang belakang kampus pun belum dibuka). Ketika lulus sarjana dan menjadi koas, mereka harus sudah berada di bangsal jam 05.30 untuk follow up (memeriksa pasien) setiap pagi. Setelahnya mereka mengikuti kegiatan akademik seperti diskusi, atau mengikuti pelayanan di poliklinik atau IGD. Setelah selesai kegiatan resmi jam 14.00 mereka melaksanakan tugas jaga yang dibagi bergiliran. Sampai kapan? Sampai jam 07.00 esok harinya. Di sela-sela waktu jaga mereka sempatkan untuk follow up pasien yang menjadi tanggung jawab mereka. Frekuensi jaga setiap koas tergantung pada besar/kecilnya bagian/stase (seperti penyakit dalam, bedah, anak, kebidanan dan kandungan, dan lain sebagainya), dan juga bergantung pada jumlah koas dalam satu stase tersebut.
Setelah selesai menjalankan kepaniteraan klinik (koas), mereka mengikuti ujian kompetensi dokter Indonesia (UKDI). Setelah dinyatakan lulus, mereka masih harus mengikuti program internship alias magang di RS yang ditunjuk. Selesai itu? Ada yang kembali sekolah spesialis (PPDS), atau bekerja dimana saja, PNS, klinik, maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya.
Bagaimana dengan dokter spesialis? Kegiatan dokter spesialis sangat padat, jangan berkecil hati dan menganggap dokter spesialis meremehkan pasien yang sudah menunggu lama. Percayalah, beliau-beliau ingin sekali tepat waktu untuk melayani keluhan anda. Ketika beliau berpraktik di klinik/rumah sakit sebelum ke klinik tempat anda periksa, saat jam praktiknya hampir habis, pasien masih saja berdatangan. Beliau tentu saja tidak dapat menolak. Pasien tersebut datang dari jauh. Karena itu beliau hanya bisa mohon maaf atas keterlambatan waktunya untuk memeriksa anda.
Dokter spesialis pun, siap dipanggil jam berapa pun ke rumah sakit jika pasien gawat. Bahkan di bagian tertentu, dokter spesialis masih bersiap jaga di rumah sakit. Dokter spesialis dengan bidang non-bedah pun siap ditelepon 24 jam oleh perawat jaga yang meminta instruksi dokter spesialis. Ketika telepon seluler berdering di tengah malam, artinya pasien membutuhkan dokter spesialis tersebut.
Karena itu, untuk anak-anak SMP-SMA yang masih punya cita-cita jadi dokter, tapi belum ada gambaran yang jelas tentang bagaimana jenjang karir alias metamorfosis menjadi dokter, penting sekaliuntuk mengetahui proses tersebut. Setelah mengetahui prosesnya, bisa pikir-pikir lagi. Dunia kedokteran yang sebenarnya berbeda jauh dengan dunia kedokteran di mata anak-anak TK yang penuh dengan bunga J. Hehehe.

Akan tetapi, untuk yang masih pantang menyerah untuk memilih jalur ini setelah mengetahui gambarannya, salut untuk mereka. Tentu saja dibalik sebuah kesulitan pasti ada kemudahan. Kemudahan seorang dokter adalah, dapat bekerja di ladang amal sepanjang hidupnya. Hal inilah yang memberikan semangat dokter-dokter tersebut saat melaksanakan tugas dan kewajibannya. Hidup Dokter Indonesia! J