Tuesday, November 22, 2011

Salah Kaprah: Translation and Medical Things

Carilah di kamus, apa sih artinya heart? Artinya kan Jantung. Bedanya hati sama jantung? Jelas beda dong!! (hanya orang tulalit stadium akhir yang nggak ngerti!). Anak usia sekolah dasar saja sudah mengerti.. -_-“.
                Jadi kenapa orang Indonesia men-translate-kan heart as hati? Mungkin karena menurut orang Indonesia, organ yang paling penting hati kali ya. Secara, organ terbesar, tempat buang sampah dan recycle bin, hehe. Tapi, bukankah hepar nggak punya peran vital sign? Vital sign kan hanya dipunyai oleh kardiovaskular dan paru, hehe. Pentingan jantung dong, kalau begitu.
ini gambar apa?
 jawab: ada yang bilang Hati kaaan. padahal ini lebih mirip jantung.. seperti yang dibawah ini.
 see? kedua gambar diatas memiliki kemiripan. nah, sedangkan gambar dibawah ini? gambar dibawah ini adalah HATI dalam arti sebenarnya (LIVER). sepertinya tidak mirip apa-apa. :) nah, berbeda sekali bukan jantung dengan hati?

                Paling ngakak dan sebel, waktu nonton film Heart yang dibintangi Nirina, Irwansyah, dan Acha. WTH, judulnya kenapa Heart sih?? Ganti aja judulnya jadi: LIVER. Emang sih ga menarik. Tapi kan pembohongan publik dapat dihindari. Kalau mau judulnya HEART, transplantasinya jangan hati dong, tapi jantung. Sesuaikan dong dengan namanya, hehe.
--berlanjut ya, keanehan di film ini, hubungannya dengan dunia medis betulan--
                Dulu itu kenapa ya Nirinanya bisa meninggal? Kehilangan darah ya? Saya dulu nangkepnya Nirinanya berkorban mati demi mendonorkan hatinya ke Acha. Kalau memang benar begitu, yaampun cape deh. Masa transplantasi hepar harus nunggu donornya meninggal? Kan bisa dilakukan live liver transplantation..
                Kalau Acha sakit hepar kronis (kayaknya sih sirosis,,), mestinya bukan kayak gitu penampakan darah yang keluar dari mulutnya. Darah harusnya dimuntahkan, bukan dibatukkan. Dan warnanya tidak merah cerah, tapi agak kehitaman. Darahnya kan masuk gaster dulu, baru keluar lagi. Jadi tidak mungkin warnanya merah cerah seperti itu -_-“.
                Dan lagipula, cepat sekali persiapan transplantasinya!! Masa nggak ada pencocokan dan persiapan transplantasinya?? Kalau nanti reaksi penolakannya parah gimana? Bahaya banget kan itu! Emangnya gampang nyiapin pasien buat periapan preoperatifnya? Benar-benar hebat sekali dokternya (kalau nggak mau dibilang payah, hehe). Lagipula, hebat banget ya rumah sakit dalam film itu.. kayaknya RSnya kecil, ndeso, tapi kok peralatan transplantasinya lengkap ya? (ketawa dalam hati, hahaha).
                Rasanya jadi pingin bikin film bertema kedokteran nih, yang realistis dan tidak membohongi publik. Kasihan kan, masyarakat Indonesia menjadi bodoh akibat menonton film-film yang nggak masuk akal. Mungkin tentang virus flu anjing? (-- ngarang banget, haha).
                Produser Indonesia, mungkin anda perlu medical consultant untuk film/sinetron anda? Bisa tuh kayaknya jadi lapangan pekerjaan untuk para koas dan dokter fresh graduate. :) Film/sinteron anda akan menjadi realistis, dan dapat meningkatkan rating lho (hahaha :) ).

Tuesday, November 8, 2011

Apa, Bagaimana?

Pengantar. Weekend Idul Adha ini, saya main ke Ungaran dan dicurhati serta mewawancara ketiga kakak sepupu saya. Dari sesi curhat, wawancara dan sebagainya itu, saya akhirnya mendapat suatu ide yang inspiring sekali.
                Oke. Saya kali ini ingin membahas, setelah lulus mau gimana dan mau bagaimana? Hal ini terkait sekali dengan karir, jodoh, dan prospek hidup kedepan. *kok kayak primbon malahan, hahaha*. Kenapa?
                Waktu bayi sampai kuliah, orangtua adalah power supply kebutuhan kita. Begitu lulus, otomatis kita bertanggung jawab untuk bekerja sendiri, menghasilkan biaya untuk kebutuhan kita sendiri. Bisa membiayai hidup sendiri? Sudahkah lepas tanggung jawab orangtua? Jawabannya bisa ya atau tidak. Ya untuk anak yang mandiri dan bertanggung jawab, sedangkan tidak untuk anak manja yang kurang bertanggung jawab, atau orangtua yang terlalu protektif.
                Menikah, butuh tanggung jawab yang lebih besar lagi. Saya bahas ini dari segi finansial saja ya, hehe. Bagi mas2 yang menikah, berarti menambah satu tanggung jawab lagi selain diri sendiri, yaitu istrinya. Artinya? Mbaknya ini menggantungkan hidupnya pada masnya. Masnya lah yang bertanggung jawab penuh atas mbaknya. *bingung? Ruwet sih memang, :D*
Apa hubungan orangtua, fasilitas, manja, bekerja, mandiri dan menikah?
                Saat anak masih berada dibawah tanggung jawab orangtua, mungkin banyak orangtua yang ingin memberi yang terbaik bagi anaknya. Menurut sudut pandang saya, sedikit banyak hal ini dapat membentuk karakter si anak tersebut. Anak yang terbiasa dimanja, kalau mendapati suatu keadaan yang kurang nyaman, akan mengeluh.
                Orangtua yang mendidik anaknya untuk mandiri, anak ini akan terbiasa hidup mandiri tanpa fasilitas berlebih dari orangtua. Mendapati keadaan yang kurang nyaman, mungkin bisa saja muncul keluhan, tetapi tentu saja tidak separah anak yang terbiasa dimanja.
                Bekerja, berarti lepas dari tanggung jawab orangtua. Iya, bagus sih kalau setelah bekerja, hasil keringat sendiri ini minimal bisa menyamai keadaan waktu masih disupply orang tua. Tapi, kalau sebaliknya? Pasti yang timbul adalah keluhan dan kesedihan *rada lebay sih*. Buat orang yang melankolis, pasti gejala yang timbul adalah menangis deh. *sok tau*
                Bayangkan, misalnya. Si A, waktu kuliah bawa mobil, kos di kos2an yang sebulannya 3 juta rupiah *ada ga ya, hohoho*, makannya aja sehari habis 150 ribu. Begitu kerja sendiri, sebagai freshgraduate gajinya paling-paling cuma 5 juta rupiah. Tidak mungkin cukup membiayai hidupnya sendiri. Kalau si A ini anak yang mandiri dan bertanggung jawab, pasti dia berusaha bagaimana caranya untuk tidak minta supply dari orangtuanya. Nah, karena berusaha sendiri itulah, pasti dia akan menyadari bahwa keadaannya sekarang tidak sama dengan saat masih disupply orang tua.
                Kalau saya jadi si A à nangis2, sedih, huhuhu, mama, papa, aku ga mau misah dari kalian, ga mau lepas dari tanggung jawab kalian. *lhooo, kok enak??. :p* Sedih bukan rasanya kalau ternyata kehidupan kita dulu waktu masih jadi anak Papi-Mami ternyata jauh lebih enak daripada saat kita berusaha sendiri?
                Menikah? Lebih ruwet lagi. Kebutuhan istri harus dipenuhi. Malu kalau sampai tidak dapat memberikan nafkah yang layak (atau bisa juga disebut mapan) untuk istri, dan anak kalau misalnya sudah punya anak. Tidak mungkin kan minta orangtua lagi. Nah, begitu pula istrinya. Istri juga tidak mungkin bukan, minta supply dari orangtuanya. Bisa-bisa mencoreng muka suami bukan? Hehe.
Lalu?
                Saya minta orangtua saya untuk hanya memberikan fasilitas-fasilitas yang wajar kepada saya. Bukan apa-apa, hal ini untuk membiasakan diri untuk hidup mandiri dan tidak manja. Sehingga, ketika nanti saya terbentur ketidaknyamanan pasca lepas dari tanggung jawab orangtua, saya tidak akan syok dan mekanisme coping saya masih berjalan normal. Saya masih bisa mengkompensasi berbagai ketidaknyamanan yang saya temui. Saya bisa menghadapi ketidaknyamanan itu dengan sabar dan sewajarnya sebagaimana seseorang yang memulai segalanya dari awal.
Hasilnya?
                Kedua orangtua saya mengerti dan setuju. J Terimakasih Ayah dan Mama.. J Semoga kedepan nanti, saya bisa mandiri, dan menunjukkan kepada orangtua saya bahwa saya bisa menjadi produk didikan orangtua yang berhasil. Yay! Semangat! J
NB :
Terimakasih untuk ketiga kakakku, yang inspiring banget: Mas Adi, Mas Andi, dan Mbak Kiki. Semangat yaaa J

Thursday, October 27, 2011

Kucing Adalah Hewan Yang Aneh

Sepertinya saya tidak begitu suka melihat hewan berbulu, pendek, bergerak lambat, bertaring (haha, namanya juga carnivora), dan mengeluarkan suara ‘meooong’ dengan manjanya seolah innocent. Kejadian ini hanya berselang kurang dari 8 jam setelah saya melihat bukti2 otentik dari kejadian sebelumnya yang menghasilkan dugaan pelaku yang sama.
                Kejadian sebelumnya (malam hari, di kos yang sepi, tidak ada aura hura-hura) sepertinya dilakukan oleh tersangka. Sebuah tas plastik berisi makanan yaitu nasi+lele yang digantungkan di handle  pintu kamar Maya ditemukan telah terkoyak seperti bekas gigitan binatang buas. Terdapat sisa-sisa serpihan makanan bekas gigitan hewan tersebut. Plastik robek sebagian dibagian bawahnya, namun isinya hanya keluar sebagian saja. Sepertinya hewan tersebut dengan dedikasi penuh terhadap kelangsungan hidupnya berusaha untuk mendapatkan durian runtuh yaitu makanan yang belum dimakan alias makanan baru.
                Kejadian kedua (pagi, senyap, bangun tidur). Sebuah onggokan berwarna coklat, berlendir, dll (ga usah dideskripsikan lebih lanjut)… intinya, kucing itu memuntahkan seonggok muntahan di keset depan pintu kamar saya. Untungnya, saat bangun tidur dan akan wudhu, saya tidak menginjak muntahan tersebut. -_-“
                Well, siapa yang suruh makan ikan yang ada durinya? Kalo nanti kamu muntahin lagi isinya? Percuma.. jangan2 kucing itu hewan yang dari lahir kena bulimia atau nggak anorexia? Kasian banget sih. Hmm, saya tidak pernah menyukai kucing, selain hanya dalam foto. 

Goodbye Vega

Kita sering merasa kehilangan ketika sesuatu hal tersebut baru pergi atau akan pergi meninggalkan kita. *haha, sok melankolis*.
                Kenapa saya menyebutkannya sebagai sesuatu hal? Karena sesuatu hal tersebut bukan orang, saudara-saudara. Sesuatu hal tersebut adalah motor saya tercinta, Yamaha Vega-R, dengan nomor plat B 6425 PFT. Saya baru merasa kehilangan sekarang, karena motor saya tersebut tidak bisa menemani saya sampai keluar dari Solo dengan membawa pulang predikat dokter. *lebay*
                Padahal si vega itu setia mengantar saya kemana-mana, mulai dari ke kampus, beli makan, ke terminal, ke luwes, ke rumah dosen, ke mall, ke stasiun, dan yang paling penting: FIELD LAB.
                Emang sih, kalo pas lagi FL, saya memang sering tertinggal, karena sepertinya Vega ini motor yang diperuntukkan untuk orang-orang yang santai, bukan tukang ngebut. Tidak seperti motor-motor tangguh misalnya Jupiter atau Supra X-125 R, body Vega yang ringan membuat pengendaranya merasa seperti ‘terbang’ jika memacu motor dengan kecepatan tinggi.
                Saya baru tersadar, mungkin Ayah saya tercinta memilihkan Vega menjadi motor saya karena khawatir saya akan ngebut, karena maklumlah, waktu itu saya masih menjadi ababil *ABG labil, hahaha*. Betapa bahayanya kalau saya kebut-kebutan di jalan raya, dan pulang dengan kondisi tidak utuh *bukan motornya, tapi orangnya*.
                Kemarin, sesaat sebelum saya mengantarkan Vega ke agen pengiriman paket di Stasiun Balapan, saaya memutuskan untuk mengambil foto terakhir Vega di Solo, setelah 3 tahun lebih menemani saya berkelana di belantara Solo raya. Naasnya, teman kos saya memergoki kekonyolan saya yang sedang sibuk mengambil gambar Vega. Hahaha. Saya pun jadi malu, dan menjadi lebih malu lagi karena teman saya itu mengetahui kalau saya malu. *hahaha, complicated enough, got it?*

                Dan, petualangan saya masih berlanjut, ditemani oleh Supri B 3472 KBU. I’ll be missing you, Vega. See you later when I’m home. :’)

Friday, August 19, 2011

Medical Series: Team Medical Dragon

Saya sedang addicted nonton aksi-aksi dan karakter dokter bedah (dokter bedah dalam serial Team Medical Dragon lho). 

            Team Medical Dragon atau disebut juga Iryu, merupakan salah satu medical series dari Jepang. Serial ini memang tidak mengedepankan brainstorming seperti pada House (salah satu medical series dari Amerika Serikat), karena Iryu menceritakan kehidupan dokter bedah, dengan spesialisasi jantung (kalau di Indonesia jadinya Sp.BTKV—Bedah Toraks dan Kardio Vaskuler), bukan dokter klinik seperti pada House. Istilahnya, Iryu itu talk less, do more. Kurang cocok untuk belajar bagaimana kita sebagai seorang dokter melakukan differential diagnosis (DD). Oiya, sejauh ini, saya sudah menonton Iryu sampai season 2 (of 3), sedangkan House sudah sampai season 5 (dari total sejauh ini 7 season).
            Sebagai film drama, Iryu bagus sekali. Tanpa unsur romance, Iryu tetap berhasil menghanyutkan para penontonnya. Episode saat Ijyuuin Nobori akhirnya mempunyai hubungan dekat dengan seorang pasien, nenek yang menderita kanker paru stadium akhir, sangat mengharukan. Demikian juga dengan episode saat Katou Akira akhirnya memilih pasien yang merupakan mantan kepala perawat yang sangat baik padanya, membimbing Katou Akira saat masih menjadi dokter baru. Iryu juga kadang menyajikan adegan-adegan lucu seperti halnya J-Drama atau K-Drama yang membuat penontonnya tertawa kecil (kadang juga bisa ngakak karena konyol sih, hehe).
            Dalam film ini, ditunjukkan bahwa pasien dalam film ini kebanyakan percaya 100% pada dokter. Mereka menganggap para dokter adalah Dewa/Tuhan, dan mereka sangat menghormati para dokter. Beda banget kan sama House, yang kebanyakan pasiennya bohong saat dianamnesis. Padahal, kebohongan itu mempersulit dokter melakukan DD dan pada akhirnya merawat pasien. (Sejujurnya, pasien-pasien di film House itu menyebalkan! Pantas saja House juga annoying, hehe). Okay House, I gotta say that: not everybody lies, at least patient at Meishin and Houkyou hospital! Hehe. :)
            Kepercayaan pasien pada dokter itulah yang mengharukan, bahwa pasien percaya dokternya dapat menyembuhkannya. Bahwa dokter adalah penolong baginya. Hal ini menjadi lebih dramatis lagi, karena kepercayaan dan rasa terimakasih orang Jepang itu agak berlebihan (contohnya: bersujud saat mengetahui dokter telah menyelamatkan keluarganya melalui operasi yang sukses). Soundtracknya juga mendukung suasana lebay tersebut, hehe.
            Sebagai seorang mahasiswa kedokteran, bagi saya menonton Iryu memberikan tambahan motivasi, dan juga membangun karakter seorang dokter. Bahwa keselamatan pasien, kesehatan pasien, berada diatas segalanya. Bagi dokter, yang terpenting adalah bagaimana pasien dapat sembuh. Tidak perlu memikirkan kerumitan administrasi, peraturan, dan sebagainya, karena keselamatan pasien adalah nomor satu. (but insane rule-breaker annoys others, too).
            Bagi para pecinta bedah dan kardiologi, menonton Iryu mungkin menjadi suatu tontonan wajib. Penyajian materi medisnya cukup jelas, tapi cakupan materinya sempit, hanya berkutat pada jantung (pada season 2 akhirnya melibatkan organ lain, yaitu hepar). Namun teknik bedahnya hebat sekali (menjahit dengan menggunakan tangan kosong tanpa needle holder dan pinset, waaw). Apalagi speednya, waaw.. Jujur saja, sepertinya nggak mungkin! Jadi, Iryu ini memang drama banget, kurang realistis dibandingkan House. Bayangkan, pasien Iryu tidak pernah ada yang meninggal!! Hebat kan?? (tipis bedanya antara hebat dan mustahil, hehe). Sedangkan pasien dalam House, walaupun hanya sedikit, mortalitas tetap ada. Ini realitanya kan, dokter itu bukanlah dewa, tidak dapat menyelamatkan semua orang dan segala keadaan.
            Overall, saya lebih suka House. House lebih mengedepankan diagnosis daripada actionnya. Belajar DD lebih enak melalui House. Setiap episode, dokter-dokter di film ini ‘menyerbu’ House dengan puluhan DD. Saling berdiskusi, menyingkirkan diagnosis yang tidak mungkin. Menurut saya, sedikit sekali porsi drama di film ini. Menurut saya, House dibuat lebih untuk para dokter, karena saat saya nonton dengan mbak kos yang notabene bukan mahasiswa jurusan medis, ia agak bingung dengan istilah-istilah medisnya, serta alur diagnosisnya (kalau alur diagnosisnya sih, kadang saya juga nggak ngerti – rada telmi sih, hehe..). Mereka advanced sekali dalam mendiagnosis, hebat!
            Walaupun demikian, keduanya sama bagusnya kok, cukup recommended lah untuk ditonton. :)

Tuesday, June 28, 2011

Eurotrip, Harus!

Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan seorang backpacker. Judul blognya adalah ranselkecil. Tulisan tersebut sangat inspiring, karena setelah membaca tulisan tersebut niat saya untuk melakukan eurotrip terbakar hebat sekali, dan saya merasa bahwa eurotrip harus terwujud. Ini dia link-nya ke tulisannya itu: Melanconglah Selagi Muda.

Saya sangat tertohok sekali melihat ada kutipan artikel di Koran dalam blog yang sama, ranselkecil. Judulnya adalah Generasi Muda Indonesia Terisolasi?. Artikel tersebut menyebutkan bahwa remaja Indonesia terisolasi dari pergaulan internasional. Kenapa? Wajib dibaca ya link-nya. Tulisannya benar-benar bagus.

Experience is priceless. Ketika sudah tua, sibuk, atau tidak lagi dapat melakukan perjalanan jauh, sebuah eurotrip menjadi mustahil bukan? Pengalaman tidak dapat dibeli, karena kita sendiri yang harus melakukannya, dengan mata dan kepala sendiri. Saya bukan bermaksud untuk going-abroad-minded, tapi mencoba untuk membuka wawasan lebih luas lagi saja.

Membaca kedua tulisan tersebut, saya merasa sangat perlu untuk menabung dan menyisihkan sebagian penghasilan saya nantinya *karena sekarang masih kuliah dan finansial masih disuplai oleh orangtua, hehe*. Mungkin menabung untuk sebuah perjalanan keliling eropa yang saya impikan butuh waktu bertahun-tahun. Tapi, kata Nidji dalam Laskar Pelangi, mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia bukan? *sok filosofis*
See you, Europe.. :)

Monday, June 13, 2011

Menabung Dengan TabunganKu

                Baiklah. Saya kali ini akan berbagi pengalaman membuka rekening bank BTN. Harap diperhatikan, yang berikut ini bukan iklan lho. Tapi saya hanya berbagi pengalaman saja. :D
                TabunganKu, merupakan program pemerintah yang mengajak masyarakat untuk lebih giat menabung. Program ini terdapat di bank-bank pemerintah (apa BUMN ya? Pokoknya gitu deh kurang lebihnya), seperti Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN. Poin terpenting dari program ini adalah, nasabah tidak akan dikenakan biaya administrasi sepeserpun! Bagus bukan, untuk mahasiswa seperti saya yang mempunyai niat mulia untuk menabung? :)
                Di kampus saya, sebuah universitas negeri di kota Surakarta a.k.a Solo yang berada di tepi Bengawan Solo, ada 3 bank pemerintah yang membuka cabang di dalam kampus. BNI, BRI, dan BTN. Tadinya, saya ingin memilih BNI. Alasannya, AC-nya dingin, hohoho (tidak rasional, haha). Tetapi, BNI di rumah saya berada lebih jauh daripada bank BRI atau BTN. Lagipula, program TabunganKu di BNI juga hanya dapat disetor melalui kantor cabang tempat membuka rekening, dan yang paling bahaya, BNI menyediakan ATM untuk TabunganKu! (bahaya, bisa-bisa habis!). Beralih ke opsi kedua. Bank BRI sebenarnya cukup dekat dari rumah saya, tetapi baik kantor cabang di dekat rumah saya maupun kantor cabang di kampus, tidak melayani pembukaan rekening TabunganKu. Wah, payah banget kan?
                Opsi ketiga adalah bank BTN. Lokasi dekat dari rumah, di kampus ada, dan yang paling penting, melayani pembukaan rekening TabunganKu. Horee! Akhirnya saya mempunyai rongga ketiga untuk menyimpan uang. Anggap saja seperti dehidrasi, hehe (airnya hilang ke rongga ketiga, :D). Ketika uangnya sudah terkumpul, barulah nanti diambil. Pokoknya, saya tidak mau mengambil uang tersebut!
                Oiya, ini dia keuntungan rekening TabunganKu dari situs bank BTN:
Manfaat:
1.       Bebas biaya administrasi bulanan.
2.       Setoran awal ringan.
3.       Bunga harian.
4.       Mendapatkan kartu ATM (pilihan).
5.       Penyetoran dapat dilakukan di semua kantor Cabang Bank BTN.
Persyaratan:
1.    Penabung Perorangan
2.    Warga Negara Indonesia
3.    Memperlihatkan dan memberikan fotokopi kartu identitas, sepert KTP/SIM/Paspor (untuk pemilik paspor yang telah berusia 17 Th keatas).
4.    Mengisi dan menandatangani formulir pembukaan rekening.
Dan berikut ini adalah foto buku TabunganKu:


Oke, berhasil dan sukses dalam berhemat dan menabung! :))

Tuesday, March 22, 2011

Hikmahnya Nonton "TOLONG"

Saya baru saja menonton acara televisi, reality show yang cukup terkenal (jaman dulu, waktu awal-awal dirilis), yaitu acara TOLONG di sebuah stasiun televisi swasta. Memang kadang acara tersebut tidak ‘real’. Judulnya saja, reality show, tapi sebenarnya, ada skenario, sutradara, dan tentu saja pemainnya. Namun, kadangkala acara ini cukup membuat hati terharu.
Episode kali ini, berlokasi di Salatiga. Bapak yang akhirnya mendapatkan rezeki tak terduga ini adalah seorang penjual mainan anak-anak di depan sebuah sekolah dasar. Bapak ini membeli sangkar burung yang dijual oleh seorang anak yang ayahnya sakit. Untuk mencari biaya berobat, anak ini menjual sangkat burung tersebut. Sebenarnya anak ini hendak menjual burung beserta sangkarnya, namun burungnya lepas, sehingga tinggal sangkarnya saja. Kemudian bapak tua ini (63 tahun) karena kasihan mau membeli sangkar burung tersebut.
Apa yang menarik?
Saya agak terharu. Seorang Bapak, 63 tahun, dengan DM yang sudah diderita selama 27 tahun, dengan oedema di tangannya, gatal-gatal mungkin karena neuropati diabetikum. Mata kabur, tentu saja retinopati diabetikum. Lebih parah, saya melihat adanya tanda-tanda glaukoma pada mata kanannya.
Lalu?
Kasihan. DM merupakan penyakit kronis yang perjalanannya panjang tapi menjadi penyakit paling mengerikan. Kenapa? Merusak segalanya, mulai dari mata, saraf, ekstremitas (ulkus diabetikum), sampai keadaan gawat seperti asidosis, hipoglikemi, maupun hiperglikemi. Seorang penderita DM mulai dari muda, hingga menjadi geriatric tanpa perawatan dan kontrol DM yang memadai, sangat menderita. Hidup dengan DM saja menurut saya sudah merupakan cobaan, apalagi dengan DM yang tidak terkontrol. Retinopati diabetikum saja tidak dapat dicegah, hanya diperlambat kemunculannya. Dengan kata lain, retinopati pasti terjadi.
Kemudian?
Saya jadi berpikir, masih banyak ternyata masyarakat kurang mampu yang menderita penyakit metabolic-degeneratif yang tidak mampu memeriksakan kesehatannya. Sedangkan, salah satu misi saya menjadi dokter adalah: “menyisihkan sebagian waktu dan tenaga untuk masyarakat yang kurang mampu”.
Dokter interna, punya pasien banyak, tentu karena rentang usia dan cakupan ilmunya luas. Dokter pediatri, punya pasien yang banyak juga, rentang usia lebih sempit (0-18 tahun), namun cakupan ilmu lebih luas daripada interna. Tapi, kenapa saya menilai in case dokter adalah pekerja sosial, dokter interna punya peran yang lebih besar ya?
Jadi?
                Saya berpikir, kalau seorang Albert Schweitzer saja berani mengambil keputusan untuk sekolah kedokteran saat usianya sudah bukan usia kuliah lagi, hanya untuk membantu sesama yang membutuhkan di Afrika, kenapa saya tidak berani untuk bercita-cita menjadi dokter interna dan membantu masyarakat yang lebih banyak lagi?
Kesimpulan
                Saya tidak tahu seperti apa nanti hasilnya, tapi saya akan berusaha. :)

Wednesday, March 2, 2011

Revisi Gitu Doang?


Episode kemaren lusa:
Hari Senin, 28 Februari 2011 gw ngumpulin proposal yg udah gw selesaikan ke dokter pembimbing 1 gw. Beliau  : “Oh, ditinggal aja, nanti tak baca”
Gw         : “Oh, iya dok. Nanti konsultasi lagi kapan ya dok?”
                #gw.mikirnya.beliau.mau.baca.dulu.sampe.selese
Beliau    : “besok aja, jam 10, saya di farmako”
Gw         : “oh iya dok, terimakasih”

Episode kemaren:
Besoknya (Selasa 1 Maret 2011), gw mikirnya itu proposal gw udah dicoret sana coret sini diurek-urek segala macem. Ternyata, cuma bagian tujuan, hipotesis, sama latar belakangnya doang yang ada koreksinya. Bahkan, halaman metode penelitian itu ga ketekuk alias pasti ga dibaca.
Beliau    : “dosisnya sudah kamu konversi to mbak?”
Gw         : “sudah dok.”
                “dok, kalau ini kerangkanya gimana ya, vitamin C nya ditulis apa nggak ya dok?”
Beliau    : “oo, tulis aja, nggak papa”
Gw         : “kalau ekstraksinya gimana ya dok?”
Beliau    : “oo, kalau itu tanya yang apoteker saja, dengan ibu itu lho”
Gw         :  “oh, iya dok, terimakasih”

Episode hari ini:
Hari ini (Rabu, 2 Maret 2011) gw udah nyelesein revisinya  *secara cuma seciprit gitu doang*
Gw         : “ini yang kemarin sudah saya revisi dok”
Beliau    : “oh iya. Ini kapan to ujiannya?”
Gw         : “batasnya akhir Maret dok, tgl 31”
Beliau    : “oh, ya udah to, langsung aja nggak usah lama2”
Gw         : “oh iya dok, tapi, minimal konsultasi 4 kali dok dengan pembimbing. Ini sudah tidak ada koreksi lagi dok?”
Beliau    : “ya nanti gampang habis ujian kan nanti juga direvisi.. pembimbing 2 nya siapa to?”
Gw         : “dr. l*l*k PK dok,”
Beliau    : “ya nanti konsultasi dulu saja sama beliau”
Gw         : “oh, begitu ya dok, nanti kalau ada revisi dari beliau saya kasih lagi ke dokter?”
Beliau    : “iya, begitu saja”

RESUME dari 3 episode:
TOENG..

Jadi, ceritanya menurut beliau proposal gw ini udah layak ujian???

HELP!!!!

Proposal prematur gini mah mortalitasnya tinggi, bisa mati gw dibantai penguji… yah, walaupun penguji gw sepertinya baik *amiin* tapi tetep aja masa otak masih kosong kaya gini diajak ujian proposal???
Sekarang, praktisnya gw bergantung sama bimbingannya Nyinyis. Revisi apa aja yg dibilang sama dr. pembimbingnya yang bener2 mau bimbing dengan usaha yang lebih proper dikit.
Tapi, mudah2an pembimbing 2 gw bisa mengcover kebingungan gw disana-sini. Hmm, mungkin gw perlu juga bimbingan sama penguji 2 ya. Siapa tau PA gw ini mau membantu mahasiswa bimbingannya yang tersesat ini.

Huhu.hikhik.huaaaa

Mama, HELP me Ma.. anakmu ini pusing tujuh keliling.. T_T

Thursday, February 24, 2011

Kesempatan dalam Kesempitan

di dalam kesempitan terhimpit proposal skripsi dan dikejar mencit PKM yang sudah datang, saya menyempatkan diri 'nyampah' di blog ini. memang sudah banyak 'uneg-uneg' sih..T_T
saya ingin:
- proposal cepat selesai dan cepat dikoreksi
- cepat2 mengekstraksi tu si biji jamblang biar cepet jalan penelitian skripsinya
- cepat2 jalanin PKM yang mencitnya udah ngejar2 di histo *teriak dulu ya, AAAAAA*

sementara teman payungan skripsi saya sudah selesai membuat proposal *walaupun belum dikoreksi*. tetapi at least dia sudah selesai tahapan pertama. *teriak lagi ya, AAAAAAA*

 TAPI:
- kerangka pemikiran proposal skripsinya belom.
- nyari mekanisme ngitung parameter si mencit PKM pake e-maze nya belom.
- ini yang paling penting: mumet kebanyakan beban.
- LHA, blok PEDIATRI nya gimana???? *katanya mau PPDS pediatri????*

teriak lagi ya, AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
*butuh anti anxietas*

okelah, cuma bisa berusaha seadanya dan semampunya. T_T

SEMANGAT
*gapake dieja khas alay seperti C.I.N.T.A atau T.I.N.J.A*

hahahhaha *ketawa patologis*

Friday, January 7, 2011

Jadwal Libur Tidak Ada, Jadwal Masuk Sudah Ada


yang beginian ga ada nih di fk univ lainnya. hanya ada disini, di fk u**. hahhaha

Hmm, karena remed ujian blok baru akan dijadwalkan tanggal 18 Januari 2011 (blok mata) dan mudah-mudahan insya Allah kulit nya lulus, jadi minggu depan (mulai tanggal 10 Januari 2011) saya hanya mengurus validasi. Ya, HANYA validasi.
WT*, ini pengumuman dari koordinator tingkat yang asalnya dari KBK—yang sangat ajaib sekali.

Penjelasan dari gambar, :
Tanya   : Lalu, kapan liburnya??
Jawab   : Ya kalau nggak remed sama sekali minggu depan juga udah libur. Tapi sayangnya, pengumuman skills lab belum keluar tuh, hahahhaa *tawa patologis*

FKU** yang baik hati ini (—tentu saja ini menggunakan majas ironi) memang sering tidak rasional jika memberi liburan. Bayangkan, liburan  10 sekitar akhir tahun yang lalu di tengah-tengahnya dipotong!! Dengan apa coba? Dengan mengerjakan soal fi**d lab yang berjumlah HANYA 20 soal! Bayangkan, saya menempuh jarak hampir 700km Jakarta-Solo HANYA untuk mengerjakan 20 soal! Mungkin pengelola FKU** ini belum pernah punya anak atau keluarga yang kuliah di kota yang jaraknya ratusan kilometer. Jadi tidak punya empati pada kami para pengelana yang jauh-jauh datang dari sana-sini.
Well, You don’t always get what You want. Tapi, gak gini-gini amat juga kali! :(