Tadi
saya membaca artikel tentang dokter muda, dimana sebuah harian menyorot soal sandal jepit
yang digunakan saat jaga, dan konsekuensinya terhadap profesionalisme tenaga
kesehatan *agak gak nyambung, yah namanya juga mencari sensasi, hehe*. Silahkan
baca beritanya. Ini merupakan peristiwa nyata di Rumah Sakit Sanglah,
Denpasar—tempat kegiatan para dokter muda Universitas Udayana. Tulisan berikut di blog ini (recommended untuk dibaca) merupakan kutipan berita beserta tanggapan dari seorang dokter muda (sekarang
sudah menjadi residen) terhadap berita tersebut.
Masih
bertema sama, profesionalisme. Teman saya yang juga koas (=dokter muda) di
stase yang berbeda, curhat tentang teman satu stasenya. Bahwa, dia sudah
berusaha membangun image se-profesional, se-meyakinkan, se-formal, dan
se-dewasa mungkin di depan pasien, tetapi image tersebut dihancurkan oleh teman
satu stasenya itu dengan attitudenya yang masih ‘mahasiswa banget’, hehe. Kasihan
sekali L.
Oiya,
sedikit curhat, saat saya sedang jaga malam, terkadang saya dipanggil “SUS”.
Haha. Rasanya agak sebel deh kalau dipanggil-panggil seperti itu. Padahal, baju
jaga kami sebagai dokter muda diberi tulisan border dengan huruf besar-besar –
nama dan dibawahnya tertulis: “DOKTER MUDA“. Yah, saya agak maklum. Mungkin pasien
tersebut mengalami myopia berat atau sedang tidak dalam kesadaran penuh. Hehe. Mungkin
juga karena baju kami terlihat seperti satu setel piyama berwarna abu-abu yang
agak mirip-mirip dengan seragam petugas kebersihan. #nooffense. Kemungkinan terbesar,
belum muncul ‘aura’ dokter dari dalam diri para koas baru. Hahaha. *ngelantur*
Yah, jujur saya merasa tertohok.
Jaga dengan sandal jepit? Iya. Membangun image professional? Belum.
Poin
pertama, saya tidak setuju kalau penggunaan sandal jepit saat jaga menurunkan
nilai profesionalitas para tenaga kesehatan. Penggunaan sepatu tertutup lebih
dari 24 jam jelas membuat kaki tidak sehat. Lagipula, sandal lebih mudah
dicopot ketika masuk ICU, sandal lebih mudah dicuci ketika kotor terkena
sesuatu, dan lain sebagainya. Yang penting, dokter bisa menangani pasien sesuai
standar operasional prosedur yang berlaku dan sesuai dengan kompetensinya. Pasien
tidak akan protes kok, dilayani oleh dokter dan koas yang menggunakan sandal
jepit. Saya dukung dokter muda menggunakan sandal jepit!! Hehe
Poin
kedua. Gaya bicara, tutur kata, pembawaan, attitude, dan gerak tubuh harus
menyesuaikan dan menyerupai dokter ‘betulan’ semirip mungkin. Kenapa? Agar
pasien percaya bahwa dokter muda ini juga professional, dan mempunyai kemampuan
yang cukup untuk menangani pasien. Minimal, anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang dilakukan seoptimal mungkin. Benar yang ibu saya bilang dari dulu, jauh
sebelum masuk koas – pada waktu saya masih menikmati indahnya masa preklinik.
Hehe. Membangun image professional itu penting lho!
Baiklah,
kesimpulannya, semakin lama menjadi koas harus lebih belajar bagaimana cara
menempatkan diri diantara struktur rumah sakit yang ada: residen, staf, dan
juga pasien tentunya. Bagaimana bicara yang baik agar dipercaya sebagai dokter
muda yang baik, dan bagaimana caranya memberikan pelayanan yang terbaik. Semoga
kedepannya, para koas jaga tidak ada lagi yang dipanggil ‘SUS’! Hahaha :D